KARANGANYAR - Menjelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Karanganyar menjatuhkan vonis 2 tahun 6 bulan kepada Putri Santi Astuti (Putri Aquenna). Terdakwa yang tinggal di Juwiring, Klaten ini dinyatakan bersalah dalam kasus arisan fiktif dan investasi bodong.
Sidang putusan digelar di PN Karanganyar, Selasa (27/5/2025). Usai majelis hakim yang dipimpin Nasri SH MH menjatuhkan vonis, terdakwa menerima setelah lebih dahulu konsultasi dengan kuasa hukumnya.
Dalam sidang sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa selama 3 tahun. Hal yang memberatkan atas putusan hakim, terdakwa tidak mau meminta maaf kepada korban penipuan Nurlaili Prasetyawati alias Lala yang tertipu hingga Rp700 juta. Dan dalam perkara ini, hakim meyakini bahwa terdakwa secara sah melanggar pasal 372 dan 378 tentang penipuan dan penggelapan.
Sedangkan hal yang meringankan terdakwa dalam kondisi hamil 7 bulan, sehingga majelis hakim tidak menjadikan hukuman secara maksimal. Sebab sesuai 2 pasal yang dikenakan tuntutannya maksimal 4 tahun.
Asri Purwanti SH MH dan rekan, selaku kuasa hukum korban mengaku salut terhadap jaksa dan hakim. Jaksa menuntut 2/3 dari tuntutan maksimal dan majelis hakim memutus perkara ini lebih dari 2/3 dari tuntutan.
‘’Saya salut betul atas putusan ini, jika hanya divonis 1 tahun, saya rasa putusannya tidak adil, namun bukti berbicara lain, saya angkat topi dengan jaksa dan hakim PN Karanganyar yang sudah menyidangkan kasus ini dengan baik,’’ kata Asri Purwanti.
Asri menambahkan, Putri Aquenna masih ditunggu di PN Solo dengan kasus yang mirip terjadi di Karanganyar. Dan Asri akan menyertakan tuntutan Pencucian Uang (TPPU), sehingga hakim diharapkan memutus masalah itu dan menyita harta terdakwa untuk digunakan membayar kerugian korban.
Kalau di PN Karanganyar sebagaimana dilaporkan Lala, memang belum menyertakan penyitaan harta korban. Namun dengan putusan pidana tersebut, pihak korban bisa melakukan gugatan perdata agar terdakwa mengembalikan uang korban. Sebab harta terdakwa masih banyak, rumahnya megah dengan dipasang 21 kamera CCTV.
Target utama korban, lanjutnya, sebetulnya bisa mendapatkan uangnya kembali. Ada ratusan korban dengan jumlah uang miliaran rupiah yang ditipu terdakwa. Dan itu harus kembali ke para korban. Sebagaimana pertimbangan hakim, sebetulnya masalah itu lebih ke perdata hubungan antara terdakwa dan korban. Namun kemudian terjadi unsur penipuannya.
Hakim memang menimbang, awalnya terdakwa kenal korban saat periksa Kesehatan di RS JIH Solo. Kemudian dengan iming-iming yang menggiurkan, korban bersedia ikut investasi yang kemudian menstransfer uang dari Juli hingga September sebanyak Rp700 juta.
Uang itu untuk investasi dengan untung bunga 30 persen dipotong biaya operasional 5 persen dari bunga. Namun uang itu bukan untuk investasi, namun digunakan menomboki arisan online yang dikelola terdakwa.
0 Komentar