SOLO - Pada hari Jumat, 21 Maret 2025 sekitar pukul 16.00 WIB, wilayah Kota Karanganyar telah terjadi cuaca ekstrem, yaitu hujan deras yang disertai dengan angin kencang atau kadang disebut dengan badai. Bahkan di sekitar Alun-alun Karanganyar angin kencang disertai dengan turunnya hujan es dalam butiran yang kecil-kecil yang bisa dilihat dari beberapa video di media sosial.
Fenomena Hijan Es ini tentu tergolong yang sangat langka, karena belum
tentu di tempat yang sama peristiwa tersebut akan terulang dalam hitungan
dekade, khususnya di daerah Tropis seperti di Indonesia. Kejadian Hujan Es yang
semakin sering juga sebagai salah satu indikator perubahan iklim secara global.
Cuaca ekstrem seperti hujan es biasanya sebagai dampak adanya bibit Siklon 92S di
selatan Pulau Jawa serta juga dipengaruhi bibit siklon 91S di barat daya Banten. Sehingga bibit siklon menarik
massa udara sehingga tercipta angin serta menarik uap air yang berpotensi
terbentuk awan tebal sebagai bibit dari hujan.
Hujan selain dalam bentuk tetesan air merupakan kejadian yang bisa terjadi
di wilayah sub tropis (lintang tengah) dan wilayah dingin (lintang tinggi) meskipun dalam
bentuk Salju. Hujan es
dan hujan salju adalah fenomena yang
berbeda.
Pada beberapa tahun terakhir sering sekali terdengar berita fenomena hujan es yang terjadi pada beberapa
wilayah di Indonesia. Padahal
Indonesia berada di wilayah Tropis yang kondisi rata-rata suhunya cukup tinggi,
atau lebih tinggi dibanding rata-rata suhu di wilayah sub tropis.
Hujan es biasanya
disertai dengan badai, seperti yang terjadi di Kota
Karanganyar pada 21 Maret 2025 Lalu bagaimana hal tersebut bisa terjadi?
Kejadian Hujan pastinya melalui proses
pembentukan awan. Jenis awan sendiri ada beberapa macam, seperti Stratus
(awan rendah), Altostratus (awan sedang), Cirrus (awan
tinggi), Cumulus dan Cumulonimbus (awan vertikal) serta beberapa awan lainnya.
Awan yang berpotensi menimbulkan hujan es adalah awan Cumulonimbus yang
umumnya terbentuk karena proses Konveksi, yaitu proses pemanasan permukaan bumi yang menyebabkan naiknya (updraft) massa
udara yang mengandung uap air hasil evaporasi dari berbagai obyek yang mengandung air, seperti danau, sungai
atau penguapan dari tumbuhan.
Awan Cumulonimbus berbentuk seperti bulu domba
menjulang secara vertikal hingga ketinggaian 10 km atau lebih. Massa udara
lembab yang bergerak naik tersebut akan mengalami penurunan suhu (menjadi lebih
dingin) atau yang disebut sebagai penurunan suhu adiabatik, yaitu suhu awan tersebut bisa mencapai di bawah 0oC (bahkan
hingga lebih rendah dari -10oC) yang dampaknya adalah terbentuk butiran
es.
Pada area yang updraft-nya melemah
diantaranya karena awan semakin jenuh atau banyak mengandung air, termasuk
butiran es dalam hal ini, sehingga bobotnya semakin besar, maka butiran es bisa
turun menuju permukaan bumi.
Kondisi dorongan angin dari atas ke bawah mempercepat laju butiran es yang
jatuh sehingga tidak sempat mencair.
Selain itu, kondisi
permukaan bumi di lokasi yang
umumnya dingin pada saat kejadian, memperbesar peluang butira es jatuh hingga
ke permukaan tanah sebagai Hujan Es. Turunnya hujan es biasanya berlangsung pada
area yang tidak terlalu luas dan durasinya pendek, sangat tergantung pada
kondisi pergerakan massa udara lokal dan kondisi iklim mikronya, utamanya
adanya perbedaan kondisi kelembapan dan suhu udara.
Seperti pada kejadian di Alun-alun karanganyar,
berdasarkan informasi masyarakat yang berada di tempat kejadian bahwa hujan es terjadi sekitar 15 menit. Suatu area yang mendapat pemanasan intensif
berpeluang mendorong terbentuknya awan Cumulonimbus yang lebih kuat.
Kondisi kecepatan angin pada ketinggian di atas
muka bumi umumnya lebih besar dibanding kecepatan angin di dekat muka bumi. Pergerakan
angin pada ketinggian tinggi tersebut memungkinkan awan Cumulonimbus terbawa ke
daerah tertentu dan jatuh sebagai hujan es.
Mengapa hujan Es disertai badai (angin
kencang)?
Perbedaan suhu dan kelembapan udara daerah yang
mendapat jatuhan hujan es dengan daerah sekitarnya menyebabkan adanya perbedaan
tekanan udara yang besar. Gradien atau
perbedaan tekanan udara yang besar
inilah yang memicu pergerakan
massa udara yang cepat (kencang) yang disebut badai.
Lalu bagaimana mencegah terjadinya kerugian,
khususnya korban jiwa?
Biasanya korban terjadi karena tertimpa benda besar seperti pohon, Sebagai antisipasinya ada dengan dilakukan pemangkasan pohon secara berkala. Selain itu, pada saat Angin Kencang hindara untuk berteduh di bawah pohon besar. Akan lebih aman masuk ke dalam rumah atau gedung dengan menutup semua jendela dan pintu agar tidak ada angin besar yang masuk ke dalam rumah atau gedung sehingga angin tersebut justru merusak atau mengangkat atap rumah atau gedung.
Tulisan ini koilasi dari anggota Riset Grup Perubahan Iklim dan Pengelolaan DAS UNS:
Dr. Ir. Sumani, M.Si.
Ir. Dwi Priyo Ariyanto, S.P., M.Sc., Ph.D.
Komariah, S.TP., M.Sc., Ph.D.
Prof. Dr. Ir. Jaka Suyana, M.Si.
Bardhian Cahyo Aji Gumilang, S.P., M.Sc.
0 Komentar