SOLO – Diskusi dan bedah buku bertajuk 'Hikayat Abu
Syahmah' sukses digelar di Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta
(UMS), Sabtu (11/5/2025). Acara ini menghadirkan penulis Raihan Tri Atmojo dan
menjadi ajang kolaborasi berbagai elemen pemuda yang tergabung dalam gerakan
Solo Palestine Movement (SPM).
Muhammad Akbar Rahmansyah,
Inisiator Solo Palestine Movement, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan
upaya memperluas edukasi dan kepedulian terhadap isu Palestina, khususnya di
kalangan anak muda.
"Solo Palestine
Movement bukan komunitas, tapi gerakan yang jadi wadah dari berbagai lembaga
pemuda di Solo. Diskusi ini adalah event kedua kami," terang Akbar.
Ia menambahkan, pemilihan
lokasi diskusi di Perpustakaan UMS merupakan strategi untuk menyasar audiens
yang lebih luas, di luar lingkungan masjid atau kajian agama yang biasanya
menjadi lokasi diskusi isu Palestina.
"Kita ingin
membuktikan bahwa edukasi Palestina bisa masuk ke berbagai ruang, sastra salah
satunya. Nah, untuk yang kedua ini, kita cari titik tengah antara UMS dan UIN,
maka pilihan jatuh ke Perpustakaan UMS," ujarnya.
Kegiatan ini merupakan
hasil kolaborasi antara Solo Palestine Movement dengan sejumlah pihak, di
antaranya Penerbit Marjin Kiri, Lembaga Amil Zakat Syekh Nur Hidayah, serta
Samboga Catering.
Akbar berharap diskusi ini
mampu menjadi ruang edukasi yang inklusif, dapat dinikmati oleh berbagai
kalangan, dan terus menyuarakan kepedulian terhadap Palestina.
"Anak muda itu punya
banyak potensi. Sayang kalau tidak dimaksimalkan untuk isu-isu penting seperti
ini. Lewat event seperti ini, kami ingin
membuka ruang baru dalam menyuarakan Palestina, tanpa batasan," jelas
mahasiswa Akuntansi UMS itu.
Dalam kesempatan tersebut,
penulis buku saduran 'Hikayat Abu Syahmah', Raihan Tri Atmojo, memaparkan makna
mendalam dari karyanya serta pentingnya menjaga ingatan kolektif tentang
perjuangan bangsa Palestina melalui karya sastra.
Buku 'Hikayat Abu Syahmah'
merupakan saduran dari karya-karya penulis diaspora Palestina yang tergabung
dalam kumpulan cerpen bertajuk 'Gazala'. Diterbitkan oleh Marjin Kiri, buku ini
memuat 14 cerita pendek yang sarat akan nuansa nasionalisme dan perjuangan
identitas bangsa Palestina yang tercerabut dari tanah airnya.
"Cerita-cerita dalam
buku ini menggambarkan bagaimana bangsa Palestina terus hidup dalam momen
kesedihan dan kerinduan yang tak tertahankan untuk bisa kembali ke tanah
airnya," terang Raihan.
Diskusi berlangsung hangat
dengan partisipasi aktif dari peserta yang mengajukan pertanyaan mendalam
mengenai konteks sejarah, perjuangan, hingga peran masyarakat internasional
dalam isu Palestina.
Menanggapi hal tersebut,
Raihan menegaskan bahwa meski secara geografis jauh dari konflik, masyarakat
Indonesia tetap memiliki peran strategis untuk menyuarakan isu kemanusiaan
tersebut.
"Harapannya, kita
yang jauh di sini tidak berhenti menyuarakan Palestina, baik secara moril
maupun material. Merawat ingatan tentang Palestina itu penting, karena puncak
kemenangan penjajah adalah ketika tidak ada lagi yang membicarakan bangsa yang
dijajah," tuturnya.
Raihan juga mengapresiasi
antusiasme peserta diskusi, terutama karena digelar di waktu libur akhir pekan.
"Saya senang, masih banyak yang hadir dan antusias. Ini menunjukkan bahwa
kepedulian terhadap Palestina masih hidup di tengah masyarakat kita," ucapnya.
Acara ditutup dengan
refleksi bersama, menegaskan bahwa lewat karya sastra, narasi perjuangan
Palestina dapat terus disuarakan dan diwariskan lintas generasi.

0 Komentar