Menteri
Kebudayaan RI, Dr. Fadli Zon, S.S., M.Sc ikut menari Tayub saat malam
penganugerahan Javanese Culture Award 2025 di Kampus UNS Solo, Selasa
(3/6/2025) malam. Foto: Indospektrum.idSOLO – Menteri Kebudayaan RI, Dr. Fadli Zon, S.S., M.Sc menerima anugerah Javanese Culture Award 2025 dari Pusat Unggulan Iptek (PUI) Javanologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Dalam momen tersebut, Fadli Zon sempat ikut menari Tari Tayub ketika pertunjukan disajikan.
Acara digelar di Gedung R.
Ng. Yosodipuro, Pendapa PUI Javanologi UNS Selasa (3/6/2025) malam. Momen Fadli
Zon ikut menari Tayub ketika usai menerima Anugeraha Praba Nawasena Bhudaya
“Beacon for the Future of Culture”. Kategori Cultural Statements of Indonesia.
Usai prosesi seremonial,
dilanjutkan sajian Tari Tayub. Ketika tarian berlangsung, Fadli Zon diberi
selendang agar ikut menari. Tak hanya
fadli Zon, beberapa orang lainnya juga mendapat selendang. Mereka kemudian
menari di depan hadirin diiringi musik gamelan.
Usai acara, Fadli Zon
mengaku ikut menari Tari Tayub merupakan pengalaman pertama kali. "Rasanya
gembira," ucap Fadli Zon singkat.
Sementara salam
sambutannya, Fadli Zon menyampaikan rasa terima kasih atas penghargaan yang
diterima. Ia mengapresiasi PUI Javanologi dan UNS yang konsisten menjaga
warisan budaya bangsa. Menurutnya, budaya adalah roh bangsa sekaligus dasar
penting bagi pembangunan peradaban.
Ia menegaskan kembali
amanat konstitusi tentang pemajuan kebudayaan dalam UUD 1945 Pasal 32 Ayat 1.
Peraturan ini berbunyi "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di
tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara
dan mengembangkan nilai-nilai budayanya".
“Apresiasi setinggi-tingginya
kepada PUI Javanologi dan UNS yang telah menunjukkan satu dedikasi yang luar
biasa untuk menjaga warisan kebudayaan bangsa dan menjadikan dasar inovasi
keilmuan dan pemajuan peradaban,” ungkapnya.
Fadli Zon juga membagikan
kisah pribadinya tentang ketertarikannya pada budaya sejak mahasiswa. Dirinya
pernah menulis tentang Ronggowarsito di jurnal Prisma saat masih menjadi
mahasiswa Universitas Indonesia. Selain itu, terdapat lebih dari 600 naskah
lontar dan ribuan koleksi wayang yang telah terkumpul hingga kini.
Indonesia dinilai memiliki
kekayaan budaya yang luar biasa beragam. Kekayaan ini belum seluruhnya digali
secara optimal, terlebih di era digital saat ini. Menurutnya, potensi budaya
Indonesia bahkan bisa menjadi kekuatan besar di dunia internasional.
“Passion saya sebenarnya
lebih banyak di kebudayaan karena menurut saya kebudayaan ini adalah rohnya
bangsa kita. Di bidang kebudayaan kita ini memang mempunyai kekuatan yang luar
biasa. The Power of culture ini yang menurut saya harus kita maksimalkan,”
tuturnya.
Selain Fadli Zon, UNS juga
memberikan penghargaan serupa untuk kategori Javanese Cultural Ambassador to
the World kepada Prof. Sumarsam, M.A., Ph.D.
Acara ini dihadiri dan
disaksikan sejumlah tamu undangan penting dari berbagai kalangan. Hadir pada
acara ini, Wakil Wali Kota Solo, Astrid Widayani, dan Plh. Rektor UNS, Prof.
Dr. Fitria Rahmawati, S.Si., M.Si. Tamu undangan lain yang hadir antara lain
Majelis Wali Amanat UNS, Senat Akademik UNS, dan Dewan Profesor UNS. Hadir pula
pimpinan universitas penerima UNS Jawametrik 2025, serta perwakilan Keraton
Kasunanan Surakarta (Keraton Solo).
Pada kesempatan yang sama,
Prof. Sumarsam menyampaikan refleksi atas perjalanan hidupnya di dunia seni dan
akademik. Ia menceritakan bagaimana sejak kecil hidupnya diisi dengan gamelan
dan kesenian Jawa. Baru di usia dewasa, ia mulai menekuni sisi akademik dari
budaya Jawa.
“Awalnya dari umur 7 tahun
sampai umur 20 tahun hidup saya berkesenian tidak lebih dari main dan mengajar
gamelan. Baru mulai tahun 1964 saya memikirkan analisa akademik, itupun
terbatas pada penyajian dan analisa komposisi gendhing,” tutur Prof. Sumarsam.
Prof. Sumarsam merupakan
salah satu akademisi Indonesia yang dikenal luas di mancanegara. Beliau telah
mengajar gamelan dan studi budaya Jawa di Amerika Serikat sejak tahun 1970-an.
Sosoknya juga aktif meneliti dan menulis tentang musik tradisional Jawa dalam
berbagai forum internasional.
“Baru pada tahun 1983 dan
seterusnya waktu saya menempuh S3 di Cornel University, pengetahuan tentang
gamelan dalam konteks sejarah, kebudayaan, dan studi Asia Tenggara, saya
‘kunyah’ perlahan-lahan, sangat perlahan-lahan,” ujarnya.
Selain pemberian Anugeraha
Praba Nawasena Bhudaya, malam itu juga menjadi ajang penyerahan UNS Jawametrik
2025 bagi sejumlah institusi domestik dan internasional. Penganugerahan
diberikan kepada 10 institusi dalam negeri dan 10 institusi luar negeri. UNS
berharap jejaring ini menjadi wahana sinergi pelestarian budaya Jawa di
berbagai belahan dunia.
Dengan adanya penghargaan
ini, UNS berharap dapat terus membangun ruang akademik dan kebudayaan yang
berkelanjutan. Kehadiran tokoh-tokoh penting di bidang budaya ini diharapkan
dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa dan masyarakat. Budaya harus tetap
menjadi nafas kehidupan bangsa di tengah perkembangan zaman.
0 Komentar