Pemateri diskusi ilmiah, Leila Moudjari, peneliti dan dosen dari Universite de Toulouse, Prancis. Foto: Ist.
SOLO - Fakultas Komunikasi dan Informatika (FKI) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menggelar diskusi ilmiah bersama Leila Moudjari, peneliti dan dosen dari Universite de Toulouse, Prancis, Jumat, (14/11/2025). Dalam kegiatan yang berlangsung di ruang sidang FKI UMS, mengangkat tema “Menguraikan Sinyal Manusia: Deteksi Emosi, Niat, dan Argumen untuk Penerapan di Dunia Nyata – AI untuk Melayani Kebutuhan Manusia”.
Leila memaparkan perkembangan riset mengenai bagaimana kecerdasan buatan mampu membaca sinyal-sinyal manusia, mulai dari emosi, intensi, hingga pola argumentasi, untuk mendukung berbagai kebutuhan di dunia nyata.
“Kami menjelajahi bagaimana bahasa manusia dapat dipahami jauh lebih dalam oleh AI, sehingga teknologi ini betul-betul bisa membantu manusia, bukan menggantikannya,” ujar Leila.
Kehadiran Leila di UMS bukan sekadar kunjungan akademik, tetapi bagian dari kolaborasi penelitian yang telah terjalin dengan Endang Wahyu Pamungkas, S.Kom., M.Kom., Ph.D., Wakil Dekan I FKI UMS. Endang menjelaskan bahwa agenda ini berawal dari kerja sama riset yang didukung pendanaan dari Prancis.
“Awalnya Leila datang karena kolaborasi penelitian dengan saya. Karena mumpung ada tamu dari luar negeri dan difasilitasi prodi, akhirnya kami adakan diskusi ilmiah,” jelasnya.
Dalam paparannya, Endang menyoroti salah satu riset Leila yang dinilai sangat relevan bagi Indonesia, yaitu pemanfaatan AI untuk manajemen krisis bencana. Menurutnya, kemampuan AI dalam mendeteksi emosi dan intensi dari unggahan masyarakat di media sosial dapat mempercepat respons pada kondisi darurat.
“Misalkan orang memposting di media sosial bahwa mereka butuh bantuan. Sistem harus bisa mendeteksi itu dengan cepat agar pihak berwenang bisa segera bertindak,” ungkapnya.
Endang juga menegaskan bahwa pemanfaatan AI perlu memperhatikan aspek etika. Menurutnya, teknologi ini tidak boleh digunakan tanpa validasi karena sifatnya yang tidak selalu akurat.
“Kita nggak bisa 100 persen mempercayai AI. Tetap harus divalidasi dan digunakan secara etis,” ujarnya.
Di sisi lain, Leila melihat Indonesia sebagai negara dengan tantangan dan peluang besar dalam pengembangan riset AI yang berfokus pada kemanusiaan. Ia menyebut bahwa konteks sosial dan keragaman budaya Indonesia membuka ruang penelitian yang luas.
“Indonesia memiliki dinamika yang sangat kaya untuk riset perilaku dan bahasa. Kami melihat banyak potensi kolaborasi ke depan,” tuturnya.
Endang menyampaikan harapannya terhadap masa depan kerja sama riset internasional di UMS. Ia menekankan pentingnya menunjukkan kapasitas akademik UMS agar semakin banyak institusi luar negeri ingin bekerja sama.
“Harapannya ke depan kolaborasinya semakin banyak, semakin intens, dan hasilnya bisa berdampak. Kita perlu menunjukkan bahwa UMS ini capable untuk berkolaborasi,” katanya.
Diskusi ilmiah ini diharapkan menjadi pijakan awal bagi kolaborasi riset yang lebih luas, terutama dalam bidang kecerdasan buatan yang berorientasi pada kebutuhan manusia dan kemaslahatan masyarakat.

0 Komentar