SOLO – Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Prof. Dr. Harun Joko Prayitno, hadir sebagai narasumber dalam kegiatan Gebyar Academia, Business, Government (ABG) Collaboration. Acara digelar di kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), Jakarta, Sabtu (15/11/2025).
Agenda ini menjadi bagian dari refleksi satu tahun Asta Cita pemerintahan Prabowo–Gibran, dengan fokus memperkuat ekosistem inovasi nasional melalui kolaborasi lintas sektor.
Dalam pemaparannya, Harun menegaskan pentingnya sinergi berbasis Triple Helix ABG yaitu Akademisi, Bisnis, dan Government, sebagai fondasi percepatan inovasi di bidang kesehatan, obat, dan makanan. Menurutnya, interaksi yang terstruktur antara perguruan tinggi, industri, dan pemerintah diperlukan untuk meningkatkan kualitas riset sekaligus memperkuat ketahanan nasional.
Selain itu, Rektor UMS turut menggarisbawahi relevansi Triple Helix Akademisi THK, yang mencakup Teknologi Tepat Guna (TTG), Hilirisasi, dan Komersialisasi. Ia menekankan bahwa perguruan tinggi memiliki peran strategis tidak hanya sebagai pusat produksi ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai motor hilirisasi riset agar dapat diadopsi industri dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
Pada kesempatan tersebut, Harun juga menyampaikan sambutan mewakili 20 perguruan tinggi negeri dan swasta yang memiliki fokus riset pada sektor kesehatan, obat-obatan, dan keamanan pangan.
“Kehadiran para pemimpin perguruan tinggi tersebut menunjukkan komitmen akademisi dalam membangun kolaborasi riset yang produktif dan berorientasi pada kebutuhan nasional,” ungkapnya.
Kegiatan ini turut melibatkan 37 industri dari dalam dan luar negeri yang bergerak di sektor farmasi, pangan, teknologi kesehatan, dan bioteknologi. Keterlibatan industri menjadi indikator pentingnya jejaring kolaboratif dalam mendukung hilirisasi riset, memperluas peluang komersialisasi, dan mempercepat transfer teknologi berbasis inovasi nasional.
“Kolaborasi tidak boleh berhenti pada penandatanganan kerja sama semata. Perlu pembentukan konsorsium atau kelompok kerja untuk mengawal implementasi program secara terukur dan berorientasi hasil. Langkah ini penting agar kolaborasi akademisi, pemerintah, dan industri dapat menghasilkan dampak signifikan bagi bangsa,” paparnya.
Sementara itu, Kepala BPOM RI, Prof. dr. Taruna Ikrar, M.Biomed, Ph.D., menegaskan bahwa BPOM akan terus berperan sebagai mediator sinergi Triple Helix. Ia menyampaikan bahwa hubungan kolaboratif antara akademisi sebagai pusat inovasi, industri sebagai pelaku bisnis, dan pemerintah sebagai regulator merupakan fondasi lahirnya lingkungan inovasi yang responsif dan berstandar tinggi.
Melalui penyelenggaraan Gebyar ABG Collaboration, BPOM RI bersama para pemangku kepentingan diharapkan mampu memperkuat ekosistem inovasi kesehatan serta mempercepat upaya mewujudkan kemandirian bangsa dalam riset obat dan pangan aman. Semoga kolaborasi ini menjadi pendorong hadirnya inovasi yang berdampak luas bagi masyarakat.

0 Komentar