SOLO - Membangun brand
tidak cukup dengan tampilan visual menarik pada era digital seperti sekarang.
Nilai, diferensiasi, dan strategi komunikasi yang tepat menjadi ragam cara
untuk membangun brand.
Hal ini menjadi inti
diskusi dalam Kelas Digital bertema “Membangun Brand Melalui Media Sosial”,
bersama Rasuli, S.Sos., Koordinator Media Sosial Biro Humas dan Pemeringkatan
(BHP) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Pada kegiatan yang digagas oleh
Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Natural Farmasi UMS, Rasuli mengangkat tema
“Membangun Brand Melalui Media Sosial”. Tema ini secara khusus mengajak peserta
untuk memahami branding lebih dari sekadar logo dan tampilan media sosial.
“Kita sering keliru.
Fokusnya bukan membangun brand media sosial, tapi bagaimana membangun brand
melalui media sosial,” terang ulang Rasuli, Selasa (10/6/2025).
Ia menekankan bahwa media
sosial hanya sebagai alat (tools) dalam proses branding. Nilai utama dari brand
justru terletak pada identitas, persepsi, dan nilai yang dibangun dan
ditanamkan kepada publik.
Menurutnya, branding
adalah proses yang membutuhkan strategi jangka panjang, bukan sekadar membuat
logo atau memilih nama yang menarik.
“Brand itu persepsi.
Sedangkan branding adalah upaya membentuk persepsi itu. Jadi kalau kalian hanya
punya logo, itu belum mencukupi sebagai brand,” tegasnya.
Pada sesi interaktif,
peserta diajak untuk memahami perbedaan antara brand, branding, dan merek.
Rasuli menggunakan analogi sederhana: nama di KTP adalah merek, sedangkan brand
adalah bagaimana orang lain memandang kita.
“Seringkali yang keliru
adalah ketika kita lebih sibuk mengelola tampilan media sosial, tetapi lupa
bahwa yang utama adalah membangun value dan citra dari organisasi atau produk
kita melalui media sosial itu sendiri,” imbuh Rasuli.
Selain itu, ia juga
menjelaskan strategi membangun brand melalui tiga tahapan: memahami produk
(product insight), mengenal perilaku target audiens (target behavior), dan
mengetahui tipe adopsi pasar (adoption category). Ia bahkan mengklasifikasikan
pasar ke dalam lima kelompok: inovator, early adopter, early majority, late
majority, dan laggard.
“Setiap brand akan
menemukan pasarnya masing-masing. Tapi perlu strategi agar brand itu diterima
sesuai karakter audiensnya,” terang Rasuli.
Lebih lanjut, dalam sesi
pemaparan yang diadakan pada Minggu (8/6), Rasuli menekankan bahwa proses
membangun brand dimulai dari memahami kebutuhan pasar, menetapkan core value,
serta menciptakan brand DNA dan positioning yang kuat.
“Banyak yang salah kaprah.
Langsung bikin nama dan logo dulu. Padahal yang harus dimulai adalah memahami
produk, target pasar, dan nilai apa yang ingin kita tawarkan,” tegasnya.
Brand yang kuat, menurut
Rasuli, adalah brand yang memiliki value dan call to action (CTA). “Jika tidak
ada CTA, bisa diperkuat dengan tagline yang memperkuat value atau brand itu,”
ujarnya.
Tak kalah penting, menurut
Rasuli, brand yang baik harus memiliki personality.
“Brand yang kuat punya
kepribadian. Apakah dia hangat, profesional, ramah, atau inspiratif. Semua
harus bisa terlihat di media sosial maupun produk yang dihasilkan,” jelasnya.
Di akhir sesi, ia mengajak
peserta untuk tidak terpaku pada tampilan luar brand saja, tetapi fokus pada
pesan, nilai, dan pengalaman yang dibangun bersama audiens.
“Brand yang hebat bukan
hanya dikenal, tapi juga dikenang. Dan itu hanya bisa dicapai jika kita
benar-benar tahu siapa kita, siapa audiens kita, dan apa yang ingin kita sampaikan,”
tegasnya.
Kegiatan Kelas Digital ini
mendapat antusiasme tinggi dari peserta, yang sebagian besar berasal dari
lingkungan Lembaga Pers Mahasiswa dan organisasi mahasiswa di FKIP UMS. Para
peserta tidak hanya menyimak, tetapi juga aktif berdiskusi melalui sesi
tanya-jawab.
Rasuli menutup sesi dengan
mengingatkan peserta untuk konsisten dalam proses membangun brand organisasi.
Media sosial, katanya, bisa menjadi ruang strategis asalkan digunakan dengan
arah dan nilai yang tepat.
“Brand yang kuat tidak
lahir dari konten viral sesaat, tapi dari proses panjang membangun nilai dan
reputasi yang konsisten,” pungkasnya.

0 Komentar