SOLO - Koordinator Tim
Hukum Merah Putih (THMP), C. Suhadi SH MH angkat bicara terkait 8 tuntutan yang
disampaikan Forum Purnawirawan Prajurit TNI. Pernyataan sikap itu dinilai tidak
mewakili institusi resmi. THMP menilai kelompok ini tidak memiliki legitimasi
organisasi formal karena tidak mewakili institusi purnawirawan TNI secara
resmi.
Delapan tuntutan antara
lain mendesak kembalinya UUD 1945 versi asli, menolak pembangunan Ibu Kota
Negara (IKN), hingga meminta penggantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka
melalui MPR karena dinilai terkait putusan Mahkamah Konstitusi yang
kontroversial.
Forum ini menolak
proyek-proyek strategis nasional yang dinilai merugikan rakyat dan lingkungan
serta menyerukan penghentian tenaga kerja asing asal Tiongkok.
"Kalau saya
mencermati, mereka ini tidak membawa wadah organisasi. Ini murni bersifat
personal dan subjektif," kata Suhadi, Senin (5/5/2025).
Ketua Umum Negeriku
Indonesia Jaya (Ninja) ini juga menyebut bahwa banyak purnawirawan dari tiga
matra TNI—darat, laut, udara—yang secara resmi tetap mendukung pemerintahan
Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Advokat yang banyak malang
melintang menangani berbagai kasus tersebut juga menyentil bahwa sebagian
Jenderal yang turut menandatangani tuntutan adalah tokoh-tokoh yang sebelumnya
berada di barisan pendukung pasangan calon lain pada Pilpres 2024.
Untuk itu, dalam
penilaiannya, tuntutan tersebut diduga lebih didorong oleh kekecewaan karena
pasangan yang mereka dukung kalah dalam kontestasi.
“Sebetulnya mereka ini
adalah bagian dari barisan sakit hati. Dan gerakan mereka tidak bisa dianggap
sebagai suara resmi purnawirawan secara keseluruhan,” tandasnya.
Dia menilai, tuntutan
kedelapan terkait penggantian wakil presiden ditengarai kental nuansa
politiknya. Dia menyebut bahwa tuntutan lainnya hanya sebagai “pemanis” untuk
mengaburkan agenda utama yakni ingin memakzulkan Wapres Gibran Rakabuming Raka melalui
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
"Yang penting
sebenarnya bukan soal UUD atau proyek nasional, tapi targetnya adalah
menjatuhkan legitimasi Wapres Gibran," jelas Suhadi.
Pengacara yang memiliki
segudang pengalaman ini juga menilai tudingan terhadap Gibran terkait batas
usia pencalonan tidak berdasar. Dia mengungkapkan bahwa prosesnya telah sah dan
sesuai mekanisme hukum.
“Permohonan batas usia itu
bukan diajukan oleh Gibran. MK sudah memutus, dan putusan MK itu bersifat final
dan mengikat,” terangnya.
Suhadi juga menjelaskan
bahwa setelah putusan MK, DPR, KPU, dan lembaga-lembaga terkait telah mengikuti
prosedur hukum yang berlaku sebelum Gibran resmi mendaftar sebagai cawapres.
Dia menyayangkan adanya
narasi yang mencoba mendeligitimasi pasangan terpilih Prabowo-Gibran menyalahi
aturan MK dan kekuasaan hakim, padahal pasangan ini telah memperoleh dukungan
rakyat secara sah.
“Sebanyak 58 persen suara
rakyat adalah legitimasi yang sangat kuat. Ini bukan soal suka atau tidak suka,
tapi harus diakui bahwa rakyat sudah memutuskan,” kata Suhadi.
Praktisi hukum ini juga
membela kapasitas Gibran sebagai wakil presiden terpilih. Menurutnya, Gibran
telah menunjukkan kemampuan baik saat menjadi Wali Kota Solo, termasuk saat
menangani forum internasional dan urusan diplomatik.
“Rekam jejaknya jelas.
Sebelum jadi Wapres pun sudah dipercaya mewakili negara di berbagai forum
global. Masa iya, cuma karena soal usia atau stereotip, lalu dianggap tidak
mampu?” urainya.
Perihal polemik ini,
Suhadi mengajak semua pihak untuk berhenti menggulirkan narasi-narasi
destruktif dan mulai mendukung pemerintahan baru yang telah dilantik.
Suhadi kembali menegaskan
bahwa pemerintah harus tetap fokus pada agenda pembangunan tanpa terpengaruh
tekanan dari kelompok kecil yang sarat kepentingan pribadi.
“Mari kita lihat ke depan.
Pemilu sudah selesai. Kini saatnya semua elemen bangsa bersatu demi Indonesia,”
paparnya.
0 Komentar